Kamis, 12 Januari 2012

Bangsa yang semu Hasan di Tiro

Bangsa yang semu
            Batasan waktu yang diberikan Hasan Tiro kepada PM Ali untuk menghentikan agresi militernya di jawab oleh Pemerintah Indonesia dengan mengultimatum Hasan Tiro kembali ke Indonesia pada tanggal yang sama yaitu 20 September 1954.
            Keduanya ternyata tidak memenuhi batas waktu yang ditentukan. Hasan Tiro segera menyatakan dirinya sebagai duta keliling dan wakil tetap NII di AS serta PBB. Sementara Pemerintah RI mengambil tindakan dengan membatalkan paspor Hasan Tiro dan meminta AS mengusirnya.
            Pihak Imigrasi AS di New York sempat menahan Hasan Tiro. Ia dibebaskan dengan uang jaminan 500 dolar AS. Belakangan, pemerintah AS memberinya izin tinggal dan kewarganegaraan.
            Sejak saat itu Hasan Tiro aktif berkampanye di forum-forum internasional. Mendesak negara-negara Islam agar memboikot Konfrensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Alasannya, Pemerintah RI telah membunuh para ulama di Aceh, Jabar, Jateng, Sulsel, Sulteng, dan Kalsel. Hasan Tiro juga membuat laporan ke PBB.
         
   Perwakilan Indonesia di PBB membantahnya dan menyebut Republik Islam Indonesia yang di wakili Hasan Tiro hanya sebuah imajinasi. Republik tersebut tidak pernah ada, kecuali gerombolan bersenjata yang menimbulkan            
Gangguan keamanan.
            Tahun 1957, Hasan Tiro, menulis buku, Demokrasi untuk Indonesia, dalam bahasa Melayu dan Inggris. Buku tersebut mengupas konsep kebangsaan dan mengkritik pemahaman Bung Karno mengenai bangsa, demokrasi dan Pancasila.
            Menurut Hasan Tiro, Indonesia adalah nama yang muncul pada abad XIX. Jauh sebelumnya di Nusantara sudah lahir kerajaan-kerajaan berdaulat. Tetapi Soekarno menganggap apa yang ada dalam angan-angannya mengenai suatu bangsa bernama Indonesia adalah kenyataan.
            Maka bukan hal mengejutkan jika Pemerintah RI begitu gampangnya melakukan bumi hangus. Bahkan tidak ada orang yang peduli. Padahal jika bangsa Indonesia merupakan suatu yang nyata, peristiwa ini akan membangkitkan solidaritas. Lagi pula tidak ada pemerintah di dunia ini yang tega membantai bangsanya sendiri, kecuali terhadap bangsa lain.
Ironisnya, Soekarno mengira penderitaan yang sama di bawah penjajahan kolonial dapat mengikat berbagai suku bangsa menjadi suatu bangsa yang bersatu. Ia lupa bahwa kolonial Belanda menguasai luar Jawa baru pada abad XIX. Sementara Jawa dijajah Belanda pada abad XVII. Dengan sendirinya, derajat penderitaannya berbeda.
            Menurut Hasan Tiro, pemikiran Soekarno mewakili apa yang disebut sinkretisme Jawa. Salah satu produknya adalah Pancasila yang diklaim Soekarno digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
            Hasan Tiro berkesimpulan satu-satunya yang bisa mengikat penduduk Nusantara adalah melahirkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa adalah agama Islam. Agama yang dianut mayoritas penduduk sejak ratusan tahun silam.

Kompas| 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar