Sabtu, 24 Desember 2011

GURU PROFESIONAL

Definisi kuno tentang profesionalitas guru meliputi dua hal, pertama, penguasaan materi pembelajaran, dan kedua penguasaan materi pembelajaran. Dunia pendidikan tidak statik, pengetahuan berkembang terus semakin hari kita di hadapkan pada cepatnya perubahan.

Penguasaan materi pembelajaran berubah menjadi “kecintaan belajar” (love for learning) dan kepiawaian metodologi pembelajaran berubah menjadi “love for seharing knowledge). Yang terakhir kemudian diperbaharui lagi menjadi “kegemaran berbagi ilmu pengetahuan dan ketidaktahuan” (love for sharing knowledge and ignorance).

“If you Learn from a teacher who still reads, it is like drinking fresh water from a fountain. But if you Lear from teacher who no longer reads, it is like drinking polluted water from a stagnan pool”. Belajar dari guru yang terus membaca, rasanya seperti minum air segar. Namun, belajar dari guru yang tidak lagi membaca, seperti minum air comberan. Ucap salah seorang profesor Inggris 1954.

Kompas, Senin 22 Februari 2010 | Opini | Guru Profesional dan Plagiarisme | Mochtar Buchori

FAZLUR RAHMAN sejarah perkembangan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

“Potensi intelektual kita terabaikan karena kita ber-taqlid dan tidak ber-ijtihad, kita meniru tetapi tidak menemukan yang baru, kita hanya menghafal dan bukannya berfikir. Potensi amaliah kita juga terabaikan, seminar, diskusi, kongres memang diperlukan, tetapi akan tercela bila ia lebih banyak dari pada amal, lebih parah lagi bila ia ber tentangan dengan amal perbuatan.
Sungguh aneh ihwanul ummat kita, wahyu yang pertama yang diturunkan Allah adalah Iqro, tetapi nyatanya kita tidak pandai membaca. Kalaupun membaca tidak paham, kalaupun paham tidak dapat mengamalkan, dan kalaupun dapat mengamalkan itu hanya sebentar. Kita berputar-putar disekitar diri kita sendiri”.
-          DR. Yusuf Qhordhawi –

makalah Filsafat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

          Ilmu ada seiring dengan adanya manusia, tanpa manusia ilmu tidak ada.
Pengembangan ilmu tentunya dibarengi dengan komponen akal dalam diri manusia, karena dengan akal, manusia lebih mudah untuk berpikir.
          Akal merupakan subyek sedangkan alam semesta sebagai obyek, artinya alam semesta atau dunia ini telah diubah menjadi bagian-bagian dari kebudayaan dan menjadi komponen dari pengetahuannya tentang alam semesta[1].
          Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa manusia adalah mahluk berpikir oleh karenanya manusia memiliki kedudukan yang paling mulia, sebagaimana yang tersirat dalam Al-qur’an yang artinya: “ manusia adalah mahluk yang berpikir”, “bahwa manusia adalah mahluk yang paling mulia”.
Dari ayat Al-qur’an tesebut diatas membuktikan bahwa manusia memiliki eksistensi yang lebih agung dari pada mahluk lain yang telah diciptakan oleh sang Kholiq.
          Dengan demikian dapat disimpulkan, semakin berkembangnya pemikiran manusia, semakin luas pula inovasi-inovasi yang dihasilkan.
          Dalam makalah ini, penulis tidak akan membahas mengenai inovasi-inovasi baru yang dihasilkan dari akal ataupun pemikiran tersebut. Namun penulis akan membahas dan memaparkan mengenai dimensi-dimensi ilmu yang terlahir dari alam pikiran atau akal manusia.