Minggu, 01 Januari 2012

IMAJINASI

Dimensi yang tak kasat mata, batiniah atau ruhaniah, kerap diabaikan. Tak jadi patokan, tak jadi ukuran, bahkan tak laik diterapkan.

Pengabaian itu seperti mengusir bahkan membunuh setengah dari alasan  keberadaan atau kenyataan manusia. Tak heran jika tema-tema cinta, bahagia, tobat dan sebagainya kini digunjing dan dicari. Termasuk imajinasi. Hal terakhir ini yang sering bukan hanya disepelekan tapi juga sengaja diluputkan. Sementara, dalam hal itulah sesungguhnya manusia dan kebudayaannya memiliki satu fitrah yang tidak dimiliki makhluk lain: kemajuan.

Sempit dan miskinnya daya imajinatif kita, disegala lapis generasi, membuat ideal-ideal hidup beku, tak bervariasi, cetek dan berjarak (waktu) pendek. Tersiksalah kita sesungguhnya.

Bagaimana misalnya, kita membayangkan diri kita sendiri, berdasar sebuah fiksi.

_RADHAR PANCA DAHANA_
_KOMPAS_

ISTANA MERDEKA

Gedung Istana Merdeka adalah kantor dan tempat tinggal presiden. Berlokasi di Jl. Medan Merdeka Utara, di bangun menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas), gedung ini di bangun semasa pemerintahan Gubernur Jenderal JW Van Lansberge pada tahun 1873 di kala Indonesia masih bernama Hindia Belanda, arsitektur bangunan ini adalah Drossares.

Semula istana negara Istana Gambir. Di kompleks Istana Merdeka ini ada pula Istana Negara dan Bina Graha, yang berada di Jl. Veteran. Presiden dan Bina Graha Soeharto dan Presiden BJ Habibie memakai Bina Graha sebagai kantor. Presiden memakai Istana Negara sebagai kantor dengan alasan lalu lintas Jl. Veteran depan Bina Graha terlalu ramai.

ISTANA BOGOR

Semula bernama Butenzorg atau Sans Suci _Tanpa Kekhawatiran_ Istana Bogor adalah rumah dinas Gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak tahun 1870 hingga tahun 1942. ada 38 Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang tinggal di sini.

Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachouwer penghuni terakhir rumah dinas ini, kemudian ia menyerahkannya kepada Jenderal Imamura, wakil pemerintah pendudukan Jepang.

Krisis Ilmu

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hamba-Nya selain dengan diwasiatkannya para ulama. Sehingga, saat tidak tersisa lagi orang berilmu, orang-orang mengangkat tokoh pemimpin yang bodoh yang ketika ditanya mereka menjawab tanpa kapasitas ilmu. Sungguh, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Bukhari - Muslim).

Pesan Rasulullah SAW di atas memprediksi kondisi masyarakat tanpa pedoman cahaya ilmu. Pesan ini mungkin terkesan kontradiktif jika dibandingkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern kini yang berlangsung sedemikian pesat. Meski, pertanyaan lain muncul, jika memang ilmu pengetahuan demi kebaikan orang banyak, lantas kenapa kebejatan moral justru identik dengan perkembangan ilmu pengetahuan?