Rabu, 17 Oktober 2012

Bumi Manusia II


Bumi Manusia
Pramoedya Ananta Toer
Lentera Dipantara
Jakarta, 2005

Bakal jadi apa kau ini kalau aku tidak sanggup bersikap keras? Terhadap siapa saja.[139]

Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya, tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini.[165]

Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain..........Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya tahu dengan cara-Nya sendiri.[189]

Jangan sakiti orang tua mu, dan orang yang kau anggap tak tahu segala sesuatu yang kau tahu.[194]

Begini mungkin kodrat perempuan. Dia menderitakan sakit waktu melahirkan, menderita sakit lagi karena tingkahnya.[194]

Tahu kalian apa yang di butuhkan bangsa cacing ini? Seorang pemimpin yang mampu mengangkat derajat mereka kembali.[283]

Kodrat umat manusia kini dan kemudian ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu dan pengetahuan. Semua, pribadi dan bangsa-bangsa akan tumbang tanpa itu. Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan.[285-286]

Dia bangga sebagai Jawa, dan itu baik selama dia punya perasaan harga diri sebagai pribadi mau pun sebagai anak bangsa. Jangan seperti bangsanya pada umumnya, mereka merasa sebagai bangsa tiada tara di dunia ini bila berada di antara mereka sendiri. Begitu di dekat seorang Eropa, seorang saja, sudah melata, bahkan mengangkat pandang pun tak ada keberanian lagi.[286-287]

Sahabatku, di mana gerangan Gung Jawa di luar gamelan, dalam kehidupan nyata ini?.[287]

Dengarkan gamelan itu........Begitulah berabad-abad belakangan ini. Dan Gung kehidupan Jawa tak juga tiba. Gamelan itu lebih banyak menyanyikan kerinduan suatu bangsa akan datangnya Messias-merindukan, tidak mencari dan tidak melahirkan. Gamelan itu sendiri menterjemahkan kehidupan kejiwaan Jawa yang ogah mencari, hanya berputar-putar, mengulang, seperti doa dan mantra, membenamkan, mematikan pikiran, membawa orang ke alam lesu yang menyesatkan, tidak ada pribadi.[287-288]

Setiap lelaki yang beristri lebih dari seorang pasti seorang penipu, dan menjadi penipu tanpa semau sendiri.[302]

Ketakutan itu sendiri adalah kebodohan awal yang akan membodohkan semua.[310]

Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.[313]

Ingat, kesan pertama betapapun penting, belum tentu benar.[348]

Dia seperti batu meteor yang melesat sendirian, melintasi keluasan tanpa batas, entah di mana kelak bakal mendarat, di planet lain atau kembali ke bumi, atau hilang dalam keterbatasan alam.[348]

Cinta tak lain dari sumber kekuatan tanpa bandingan, bisa mengubah, menghancurkan atau meniadakan, membangun atau menggalang.[373]

Kalau hidup terus orang menjadi beban semua. Kalau mati dia akan jadi sesalan.[376]

Bumi Manusia


Bumi Manusia
Pramoedya Ananta Toer
Lentera Dipantara
Jakarta, 2005

Cerita,....selamanya manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya, biarpun yang di tampilkanya itu hewan, raksasa atau dewa atau hantu. Dan tak ada yang lebih sulit di pahami dari pada sang manusia....jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis kehidupan; pengetahuan mu tentang manusia takkan  bakal kemput.[7]

Hari depan yang selalu menggoda! Misteri! Setiap pribadi akan datang padanya mau tak mau, dengan seluruh jiwa dan raganya. Dan terlalu sering dia ternyata maharaja zalim. Juga akhirnya aku datang padanya bakalnya. Adakah itu dewa pemurah atau jail, itulah memang urusan dia: manusia terlalu sering bertepuk sebelah tangan....[9]

Ilmu pengetahuan telah memberikan restu yang tiada terhingga indahnya.[11]

Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa di pegang.[16]

Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak dihadapkan orang lain.[35]

Kau harus berterima kasih pada segala yang memberi mu kehidupan....sekalipun dia hanya seekor kuda.[50]

Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.[59]

Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.[77]

Cinta itu indah,...juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya.[81]

Kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat. Kasihan hanya satu kemewahan atau satu kelemahan. Yang terpuji memang dia yang mampu melakukan kemauan-baiknya.[83]

Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan getar pada ketuaan; mereka dicengkam oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak bergayutan abadi pada kemudaan impian itu. Umur sungguh aniaya bagi wanita.[89]

Memerintah pekerja pun kau tidak bisa karena kau tak bisa memerintah dirimu sendiri. Memerintah dirimu sendiri kau tak bisa karena kau tak tahu bekerja.[98]

Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.[101]

Sekali dalam hidup orang mesti menentukan sikap. Kalau tidak, dia takkan menjadi apa-apa.[139]