Jumat, 29 Juni 2012

Sangkan Paraning Dumadi


ZAMAN GEMBLUNG
Sri Winata Achmad
Diva Press
Jogjakarta, 2011


Seorang manusia harus menerima yang menjadi jatahnya
Berserah pada kehendak Tuhan
Manusia hanya menjalani hidup
Sekarang aku tanya,
“Apakah sudah mantap dalam hati mengaku guru kepadaku?”

Bila kau sudah rela, percayalah pada nasihat ini
Tapi jangan ragu-ragu, jika tak percaya, maka tak akan lama
Hidupmu akan mendapatkan kemuliaan
Kalian semua murid-muridku, tafsirlah isyarat ini

Bila malam ada apa, jika siang memenuhinya, apa yang tidak ada?
Sesungguhnya ia berada di mana?
Jauh tanpa penyekat, dekat tanpa bersentuhan
Bila jauh tampak membayang, bila dekat tak tampak jelas
Jika berisi isinya apa?
Bila kosong akan mencukupi

Lembut tak dapat terambil
Kasar tak dapat di tafsirkan
Yang luas lebih sempit, yang sempit akan lebih luas
Bumbung kosong apa isinya?
Siapa yang berada di depanmu?

Bila laki tak memiliki penis
Bila perempuan tak memiliki vagina
Baik di sini maupun di sana
Baik di depan maupun di belakang
Baik di kiri maupun di kanan
Baik di bawah maupun di atas

Perahunya memenuhi samudra
Kuda berderap pandanglah kemudian
Jejaknya kuntul yang terbang melayang
Si sulung adiknya si bungsu
Si belut bersemayam di bukit
Katak menyelimuti lubangnya

Orang bisu dapat berbicara lantang
Ayam jantan berkokok di dalam telurnya
Orang buta menghitung bintang
Orang kerdil meraih langit
Orang lumpuh mengitari jagat
Di mana sarang angin?

Berada di mana buahnya air, berada di hatinya kangkung
Mencari api dengan membawa lentera
Orang mengambil air dengan pikulan air
Kampuh putih bertambal putih
Kampuh hitam bertambal gelap

Tumbar berisi tompo
Radu alas merayap, pada pohon sembukan
Samudra yang tanpa tepi
Rambut hitam menjadi putih
Yang putih datang dari mana?

Hitamnya hilang ke mana
Serta lentera yang padam, nyalanya hilang kemana
Carilah sampai ketemu
Bila tak tahu maka tersialah
Belum sempurna ilmu itu
Sarah berada di samudra
Gagak dan kuntul mengembara juga
Si gagak berada di mana
Gagak itu kemudian datang
Si kuntul terbang
Pergi kemana?

Hendaklah diketahui, kalian semua muridku
Pertanda apa, hayatilah!
Hingga tersua kesejatiannya, kesejatian rasa itu
Yang berada di dalam samudra.

(Sangkan Paraning Dumadi)
[244-247]

Serat Babad Tanah Jawa


ZAMAN GEMBLUNG
Sri Winata Achmad
Diva Press
Jogjakarta, 2011

Bersama datangnya seorang pendeta
Terjadi prahara hujan dan angin
Gunung menggelegar
Kilat dan petir
Langit berselimutkan awan gulita
Banyak makhluk halus terusik
Semua setan berlari tunggang-langgang
Banaspati mengungsi
Demikian pula dengan ilu-ilu dan janggitan

Jin peri dan bekasakan, mengungsi di samudra
Raksasa berlari
Dhemit thethekan berlari kencang
Semuanya mengungsi
Tidak kuasa akan panasnya hawa

Sementara,
Sang Hyang Semar dan Sang Hyang Togog lama bertapa di gunung
Bertempat tinggal di kakinya
Berpadepokan di Merbabu
Betapa terkejut
Menyaksikan prahara yang sangat dahsyat
Makhluk halus yang terusik
Berlari tunggang-langgang berebut depan
Semuanya mengungsi di samudra

Sang Hyang Semar berkata
“Ki Togog berada di mana?”
Makhluk halus berada dalam kekacauan
Prahara besar telah terjadi
Bumi bergoyang-goyang
Gempa dan angin besar melanda
Awan gelap gulita
Kilat menyambar-nyambar
Gunung menggelegar dan bergoncang-goncang

Sang Hyang Togog menjawab pelan
“Aku tak tahu terserah pada Adhi Semar!”
Akhirnya, Sang Hyang Togog memberi tahu
Jika ia tak tahu tentang kehendak Sutan Rum mengutus pendeta
Syekh Bakir namanya
Menanam tumbal dengan gunung di tanah Jawa

Sang Hyang Togog yang telah menemui sang pendeta
Utusan dari Sultan Rum berkata
“Sang pendeta dari Rum itu yang menenung semua makhluk halus, hingga tak satu pun yang tak mengungsi, semuanya pergi meninggalkan tempat kediamannya.”

Bersama Sang Hyang Togog
Sang Hyang Semar menemui pendeta dari Rum
Di perjalanan tak dikisahkan
Sesampai dihadapkan sang pendeta Syekh Bakir
Sang Hyang Semar menyaksikan gunung Tidar meluncur di hadapannya

Serat Sabda Palon


ZAMAN GEMBLUNG
Sri Winata Achmad
Diva Press
Jogjakarta, 2011


Benar-benar kesengsaraan di tanah Jawa semasa tahun 1870
Ibarat menyeberangi sungai baru sampai di tengah, sungai itu banjir bandang
Karena kedalamannya, sungai itu menenggelamkan manusia
Banyak manusia mati

Petaka yang timbul di seluruh tanah Jawa, berkat dari Sang Pemberi Hidup
Tak dapat dielakkan
Karena, dunia ini dalam genggaman kekuasaan-Nya
Seluruh para dewata hanya memberikan tanda
Bahwa dunia ini ada yang menciptakannya

Beraneka rupa petaka yang menghancurkan pulau Jawa
Seluruh orang yang bekerja penghasilannya tak mencukupi
Para bangsawan berduka
Para pedagang dalam kebangkrutan
Buruh berpenghasilan kecil
Petani hidup serba kekurangan, hasilnya banyak terbuang di sawah
Bumi kehilangan berkahnya
Banyak hama yang mendatangi
Banyak kayu yang hilang, ditebangi pencuri
Hingga hutan benar-benar hancur
Karena hasilnya dijadikan rebutan

Telah rusak tata kehidupan manusia
Bila malam gerimis banyak pencuri
Bila siang, banyak perampok di jalan
Banyak manusia saling berebut benar
Dengan berdalih hukum negara
Tak kuat menderita, namun terburu datangnya petaka yang sangat besar

Penyakit menjadi-jadi di tanah Jawa
Pagi sakit, sorenya mati

Selain petaka kematian
Terjadilah banjir yang mematikan
Hujan angin salah musim
Angin besar yang sangat menakutkan
Kayu-kayu besar roboh diterpa angin besar
Roboh berserakan
Sungai-sungai banjir
Bila diibaratkan seperti samudra
Gelombang naik ke daratan
Merusak batas pantai
Sedangkan kayu-kayu di sekitar sungai terseret arus banjir
Sampai ke laut
Batu-batu besar hanyut
Tenggelam, ikut terseret arus
Bergemuruh suaranya

Gunung-gunung besar meletus sangat menakutkan
Menggelegar suaranya
Lahar muntah ke segala penjuru
Meluap menggenangi
Menjelajah di tengah hutan dan desa besar
Banyak manusia mati
Kerbau dan sapi musnah
Sirna dan tidak dapat pulih kembali

Terjadi gempa tujuh kali sehari
Membuat manusia menderita
Tanahnya retak-retak
Para makhluk halus melempari
Menyeret seluruh manusia
Hingga ribut ke sana kemari
Banyak yang mengalami sakit raga
Hanya sedikit yang sembuh
Namun kebanyakan mati

(Serat Sabda Palon)
[210-213]

Zaman Gemblung


ZAMAN GEMBLUNG
Sri Winata Achmad
Diva Press
Jogjakarta, 2011

Kereta berjalan tanpa kuda
Tanah Jawa berkalung besi
Perahu berjalan di udara
Sungai kehilangan danaunya
Pasar kehilangan keramaiannya
Manusia menemukan zaman yang terbolak-balik

Kuda suka makan sambal
Perempuan mengenakan pakaian laki-laki
Banyak ayah lupa dengan anaknya
Banyak anak yang berani melawan ibu dan ayahnya
Sesama saudara saling berkelahi
Perempuan kehilangan rasa malunya
Laki-laki kehilangan rasa kejantanannya
Banyak laki-laki tidak punya istri
Banyak perempuan yang tidak setia pada suaminya
Banyak ibu yang menjual anaknya
Banyak perempuan yang menjual dirinya
Banyak orang yang tukar-menukar pasangan
Sering terjadi hujan salah musim
Banyak perawan tua

Banyak janda melahirkan anak
Banyak bayi yang mencari ayahnya
Perempuan melamar laki-laki
Laki-laki merendahkan derajatnya sendiri
Banyak anak lahir di luar nikah
Janda murah harganya
Janda seharga satu sen dua
Perawan senilai dua sen dua
Duda pincang senilai sembilan orang

(zaman gemblung_Prabu Jayabaya, raja Kediri pada abad ke-12. 1137-1159)
[201-202]

makna Serat Sabda Jati


ZAMAN GEMBLUNG
Sri Winata Achmad
Diva Press
Jogjakarta, 2011

Jangan berhenti berbuat kebajikan, Anakku,
Karena kau akan mendapatkan kegembiraan dan keselamatan,
Segala cita-citamu bakal tercapai,
Kau akan terhindar dari perbuatan sesat.

Dengan cara prihatin,
Cari dan temukan inti ilmu kehidupan,
Telitilah jangan sampai salah,
Endapkan di dalam hati,
Agar kau mudah menanggapi sesuatu.

Agar kau tetap selamat,
Hendaklah menjaga hati tetap jernih,
Kejernihan hati yang kosong,
Namun sebenarnya menyimpan cipta sejati,

Segala laku harus dijalankan sepenuh kesabaran,
Sebab jika bergeser, kau akan hancur berkepingan,
Jiwamu akan kemasukan setan gundul yang menggoda,
Dengan kendi berisi uang emas.

Bila kau terpengaruh akan perbuatan sesat,
Maka jiwamu akan menjadi sarang iblis,
Hingga kau mendapatkan kesulitan demi kesulitan,
Kau pun tak dapat bertindak dengan iktikad baik,
Seolah mabuk kepayang.

Bila kau sudah tak tertarik akan kebajikan,
Segala yang baik akan lari dari dirimu,
Sebab kau sudah diliputi dengan perbuatan dan pikiran buruk,
Hingga kau alpakan Tuhan,
Ajaran-Nya telah musnah tak berbekas.

Bila tak tahu akan kesejatian sabda,
Kau akan merasa repot dalam hati,
Bila tak kau ikuti sabda sejati,
Kau akan celaka,
Akibatnya kau akan hidup dalam kesengsaraan.

Bila kau percaya dengan kekuasaan dengan Tuhan,
Yang memberikan segala rupa,
Maka kebahagiaan akan kau temukan,
Demikian pula kemurahan-Nya.

Bagi kau yang telah sempurna melakukan prihatin,
Tuhan akan memberimu pertolongan,
Hingga kau tak akan kekurangan sandang dan pangan,
Segala yang kau dambakan akan menjadi kenyataan.

(Makna di dalam Serat Sabda Jati Karya R. Ng. Ranggawarsita III)
[122-124]