Rabu, 11 Januari 2012

Door Duistenir Tot Lich

(Habis Gelap Terbitlah Terang)

Raden Ajeng Kartini dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ia seorang putri dari Bupati Jepara. Pada masa RA. Kartini dibesarkan, lingkungan budaya dan keselurahannya masih berbau feodal (paham tentang penguasaan). Kartini pun pernah mengalami dari tradisi pingitan di mana seorang perempuan harus berdiam diri untuk menunggu calon suami.

“Seorang perempuan yang mengorbankan diri untuk orang lain, dengan rasa cinta yang ada di dalam hatinya, dengan segala bakti yang dapat diamalkannya, itulah perempuan yang patut disebut ibu dalam arti yang sebenarnya”. Petikan surat RA. Kartini kepada sahabatnya Nyonya RM Abendanon Mandiri, tertanggal 02 September 1902.


Kartini telah menuangkan segala pemikirannya ke dalam surat, dan kumpulan surat-surat RA. Kartini diterbitkan oleh Mr. Abendanon pada tahun 1911 dengan judul Door Duistenir Tot Lich, kemudian buku kumpulan surat-surat Kartini itu diterjemahkan oleh Armin Pane menjadi Habis gelap terbitlah terang, atau dalam bahasa al-Qurannya Min adz Dzulumaati Ila an Nuur (al-Baqarah ayat 257).

RA. Kartini dalam sejarahnya adalah seorang yang tidak  jauh dari ajaran al-Quran. Bahkan judul kumpulan suratnya pun, ia terinspirasi oleh al-Quran.

Di daerah Jepara dahulu memang sudah menjadi kebiasaan orang tua untuk menyuruh anaknya belajar membaca al-Quran, dengan menghafalkan tanpa mengetahui arti kata-kata Arabnya. Kartini pernah menanyakan arti dari kata-kata Arabnya kepada Ustadnya, tetapi pertanyaan Kartini tidak pernah dijawab. Berangkat dari itu Kartini beranggapan agama Islam adalah agama turunan atau agama nenek moyang, Kartini tidak mau mengikuti ajaran yang ia sendiri tidak mengerti.

Suatu waktu Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saaat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama raden ayu yang lain dibalik tabir. Kartini tertarik pada materi tafsir surat al-Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat.

Kyai Saleh Darat adalah, seorang ulama legendaris dari Semarang yang sering memberi pengajian di beberapa kabupaten di sepanjang pesisir utara.

Selesai pengajian, Kartini bersama pamannya menemui Kiai Saleh Darat. Dari pertemuan tersebut akhirnya Kiai Saleh Darat tergugah untuk menerjemahkan al-Quran kedalam bahasa jawa, hasil terjemahannya jilid 1 (satu) yang memuat 13 juz dari surat al-Fatihah sampai surat Ibrahim, hanya sampai surat itulah Kiai Saleh Darat menerjemahkan al-Quran untuk Kartini karena tak lama ia meninggal. Nama terjemahan itu Faizurrahman fittafsiril Quran yang kini berada di Singapura.

Al-Quran terjemahan itu diberikan oleh Kiai Saleh Darat pada Kartini di saat pernikahannya dengan Raden Mas Adipati Ario Djojoadiningrat. Setelah itu mualilah RA. Kartini mempelajari al-Quran, yang telah menjadi inspirasinya.

“Aduhai, seandainya agama itu dipahami dan dipatuhi, maka terwujudlah maksud yang murni bagi umat manusia, ialah berkah.” Pada tanggal 21 Juli 1902, kepada Nyonya N Van Kol, ibu Kartini mengungkapkannya.

RA. Kartini meninggalkan kita semua pada ia berusia 25 tahun, tepatnya 17 September 1904, empat hari setelah kelahiran putranya, Raden Mas Singgih.


_Habiburahman el shirazy, Selasa 22 April 2008, Seputar Indonesia_
_MC. Sofyan Sauri, Januari 2003 cipanas | Asal Tahu Aja_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar